Guru Alam

I. Tuhan mengajarkan kesatuan lewat belang Zebra

oleh Jro Mangku Veni pada 14 Juli 2011 jam 13:35

Apakah perbedaan harus membuat kita tak bersatu? Jelas tidak. Justru perbedaan itu seharusnyalah membuat sebuah persatuan. Seperti halnya Zebra.

Zebra memiliki keunikan pada warna belang-belang garis hitam putih di tubuhnya. Garis belang-belang ini juga menjadi semacam identitas pada tiap zebra karena satu sama lainnya berbeda. Namun ternyata Tuhan menciptakan zebra dg garis belang-belang ini justru untuk melindungi zebra dari serangan musuh.

Belang-belang pada zebra juga menjadi bagian penting dari pertahanan. Ketika mereka datang bergerombol, harimau atau singa melihat mereka sebagai satu kesatuan. Dengan demikian, sulit bagi pemangsa tersebut untuk memilih satu zebra, dan terlindungilah para zebra itu.

Bagaimana dengan kita? Kita pun ibaratnya zebra itu. Sering kali didalam satu keyakinan beragama bisa terdapat beraneka ragam cara ataupun aliran, menurut pada cara yang sreg di hati untuk menjalankannya ataupun sesuai dengan adat- istiadat masing-masing. Tapi perbedaan itu justru seharusnyalah kita pandang sebagai kesatuan seperti warna zebra itu, sekilas sama namun berbeda. Namun hal itu pulalah yang akan menjadi kekuatan pertahanan kita. Ketika bersatu, justru tak mampu untuk dibedakan oleh yang lainnya, semua nampak sama.

Sebagai contoh yang kita lihat di Bali. Saat piodalan di pura-pura sebagai contoh pura besakih, beribu-ribu umat Hindu tumpah ruah dan bisakah kita membedakan yang mana aliran ini yang mana aliran itu? semua nampak sama yaitu Hindu. Itulah perbedaan yang menjadi persatuan itu. Jadi saudaraku... hargailah sebuah perbedaan Seperti perbedaan garis belang-belang pada masing-masing zebra. Namun jadikanlah perbedaan itu untuk menyatukan karena ada kesamaan dibalik perbedaan.

Suksma

 

 

II. Tegarlah... setegar ajaran pohon cemara

oleh Jro Mangku Veni pada 12 Juli 2011 jam 14:06

 

Kebaikan selalu memiliki tantangan dan cobaan yang berat. Setiap orang mengalaminya. Untuk membuat hal yang baik terasa sangat sulit namun berbuat jelek malah sebaliknya. Tapi apakah kita harus menyerah?

Jangan! Jangan pernah menyerah dan jangan pernah berhenti melakukan hal yang baik. Walau berbagai cobaan menerpa, kita harus tetap tegar. Setegar pohon cemara.

Pohon cemara kita kenal berdiri tegak lurus keatas. Seakan berusaha terus menerus tumbuh untuk menjangkau langit. Padahal ia tahu bahwa semakin tinggi maka semakin kuat angin yang menerpanya, dan semakin tinggi ia tumbuh. Seperti halnya kita dalam menjalani kehidupan ini. Berusahalah untuk tetap berada dijalan yang lurus, yaitu dijalan kebenaran. Walau sungguh sulit untuk tetap berada di jalan yang lurus, berusahalah. Walau begitu banyak cobaan, cacian maupun hinaan, namun kita harus berusaha bertahan.

Di Eropa, pohon cemara terkenal sebagai pohon yang tetap hijau walau disaat musim dingin sekalipun. Dan kita pula bisa memperhatikan bahwa walau dimusim salju sekalipun pohon cemara tetap bertahan tanpa menggugurkan daunnya, walau ia tahu bahwa dengan dahan yang penuh daun maka pohon cemara akan menahan salju-salju pada dahan-dahannya. Dengan demikian jelas bahwa semakin besar pula beban yang ditanggungnya. Namun... sang cemara tetap mampu bertahan. Walau beban salju didahan-dahannya, walau dinginnya cuaca dimusim salju dan begitu kuatnya angin namun terbukti bahwa sang pohon cemara tetap bertahan.

Itulah ajaran yang diberikan olehnya yang membuat pohon cemara dianggap suci bagi umat Kristen. Ya... semua karena keteguhannya.

Mari, belajar dari si pohon cemara. Dia tegar saat “menahan serangan”, baik itu serangan berupa tindakan, ucapan, atau pikiran. Ia mampu menjadikannya sebagai sesuatu yang sejuk, hangat, dan damai. 

 

Ingat, dengan keteguhan jiwa dan pikiran, kebahagiaan dapat kita raih. Caci maki dan fitnah sekalipun, tidak akan mampu menjatuhkan orang yang kuat. 

 

Tetaplah berusaha untuk selalu menegakkan kebenaran itu, didalam setiap pikiran kita , disetiap ucapan kita dan tentunya juga disetiap tindakan yang kita lakukan.

 

Semoga Tuhan memberkati....

 

 

III. Memang sungguh berat menjalani hidup.... namun jauh lebih berat jikamemilih untuk tidak menjalani hidup (Filsafat Sang Semut)

oleh Jro Mangku Veni pada 09 Juli 2011 jam 23:31

Semut... binatang kecil yang sangat luarbiasa. Tak hanya mengajarkan kepada kita tentang pentingnya arti kerjasama dan kedisiplinan, namun  ada satu hal lagi yang diajarkannya.

Semut terbiasa bekerja keras dan sanggup mengangkat benda yang bebannya beberapa kali lipat dari berat tubuhnya. Dengan teguh ia mengangkat dan membawa beban makanan itu ke sarangnya. Mengapa semut begitu gigih bekerja dalam menyimpan makanan walau makanan itu begitu beratnya? Karena semua makanan itu digunakan sebagai cadangan makanan saat musin dingin. Ia memilih daripada mereka mati kelaparan disaat musim dingin bukankah jauh lebih baik jika mereka berusaha bekerja keras mengumpulkan makanan walaupun makanan itu sangat berat.

Demikianlah ajaran dari sang semut. Kita manusia memang kebanyakan mengalami cobaan hidup yang begitu berat. Mulai dari masalah keluarga hingga masalah ekonomi. Namun tak sepantasnyalah kita berputus asa. Kita harus tetap teguh bertahan didalam beratnya kehidupan ini. Walau seberat apapun cobaan yang Tuhan berikan kepada kita, kita wajib bertahan dan berusaha menyelesaikannya. Bukan menjauhi dan menghindari masalah itu. Masalah ibaratnya makanan itu, karena masalah lah yg menjadi kunci kehidupan kita ini. Masalah adalah makanan bagi jiwa kita, dan jika kita berhasil mencernanya maka jiwa kita akan menjadi sehat, sehat akan kebijaksanaan.

Betapapun beratnya ujian yang Tuhan berikan, kita harus berusaha untuk melaluinya dengan baik.

Tuhan menciptakan kita sebagai manusia untuk mampu memperbaiki diri dan lebih menyempurnakan diri kita sendiri.

Jauh lebih baik kita menghadapi semua cobaan / beban yang diberikan didalam hidup ini dibandingkan kita tidak memilih meninggalkan kehidupan ini.

Jadi saudaraku, syukurilah hidup ini, hidup yang Tuhan berikan sebagai seorang manusia. Manfaatkanlah hidup ini yang tiada abadi, manfaatkanlah waktu yang singkat ini dengan banyak melakukan kebaikan. Karena kebaikanlah yg mampu memperbaiki hidup kita dikemudian hari, dan bukan sebaliknya. Suksma

 

IV. Belajar dari katak... untuk menuju kesempurnaan

oleh Jro Mangku Veni pada 07 Juli 2011 jam 23:29

Katak terlahir bukan langsung sebagai bentuk katak. Tentunya kita semua tahu bagaimana proses telur katak hingga menjadi seekor katak dewasa, Sama halnya dengan dari telur ulat yang berubah menjadi seekor kupu-kupu cantik. Siklus ini disebut dengan metamorfosis. Namun metamorfosis katak  lebih panjang dari kupu-kupu

Apa yang bisa kita pelajari dari sang katak, yang mungkin justru lebih sering kita anggap sebagai hewan pengganggu disaat musim hujan datang karena mengeluarkan suara yang keras sehingga mengganggu tidur manusia.

Padahal sang katak adalah guru yang mengajarkan pada kita bagaimana seharusnyalah hidup itu berjalan.

Seringkali kita ingin segala sesuatu yang kita inginkan agar segera tercapai tanpa harus bersusah payah. Dan kalaupun ternyata susah jalannya utk mencapai tujuan itu, lebih sering kita mengeluh dan bahkan menyerah sebelum berjuang.

Katak mengajarkan bagaimana kesempurnaan itu tercapai yakni harus melalui proses yang cukup panjang. Untuk mencapai sesuatu yang baik memang demikianlah adanya. Melalui proses yang bertahap ini, justru akan membentuk kepribadian yang jauh lebih dewasa . Segala sesuatu yang baik memang memerlukan perjuangan yang panjang.

Dan bahkan didalam hidupnya pun , sang katak tampaknya harus tetap gigih. Setelah ia terbentuk menjadi katak dewasa yang sempurna wujudnya, ia mesti melompat ke atas daun-daunan untuk meraih mangsanya yaitu nyamuk yang hidup diudara. Begitu sabarnya katak harus melalui semua proses didalam hidupnya

Seharusnyalah kita bisa meniru ajaran dari sang katak ini. Didalam bekerja, dalam mencapai sesuatu, kita harus tetap gigih dan terus berjuang untuk mencapi tujuan itu, walau harus melalui berbagai tahapan. Dengan sabar dan tekun kita laui tahapan demi tahapan didalam hidup kita karena tahapan itu berguna untuk mendewasakan kita perlahan sehingga mampu menerima perubahan demi perubahan keadaan dari diri kita. Instan hanya kan menjerumuskan kita karena tidak dibarengi dengan kesiapan jiwa menerima keadaan kita saat itu.

Menyerah seharusnyalah bukan sifat manusia. Tak punya kaki kanan, masih ada kaki kiri. Tak ada kaki kiri, masih ada tangan kanan. Tak punya tangan kanan, masih ada tangan kiri. Tak punya tangan dan kaki, masih punya mata kanan . Dan seterusnyalah. Lalu apa alasannya kita harus menyerah untuk berjuang didalam mencapai tujuan itu?

Segala sesuatunya memerlukan suatu proses, demi untuk mencapai tujuan yang sempurna. Tidak dengan cara instan. Mudah memperolehnya, mudah pula kehilangannya. Jadi berjuanglah dan berusahalah dengan gigih mencapai kesempurnaan itu. Tuhan akan senantiasa memberkati umatNya yang tekun dan tak mudah putus asa. Suksma

 

 

V. Sebarkanlah senyumanmu dan kebaikanmu... seperti sebatang pohon kapuk

oleh Jro Mangku Veni pada 28 Juni 2011 jam 12:07

Tersenyum... sering merupakan hal yang sulit bagi kita dijaman sekarang ini. Mata beradu dengan mata seseorang yang tak kita kenal, bukan senyum yang tersungging malah seringkali menjadi perkelahian. Tanpa sengaja tersenggol oleh seseorang, bukan senyum yang tersungging tetapi..."uh! HATI-HATI DONG! (sambil bersungutsungut). Atau kadang disaat seseorang hampir saja menabrak atau tertabrak oleh kita, bukan kata maaf sambil tersenyum yang keluar tetapi justru umpatan, "SIALAN!.

Dijaman yang serba diteror waktu, ternyata turut meneror seseorang untuk tak menyunggingkan sebuah senyuman. Dikantor, dirumah atau dimana saja. Disaat seseorang tanpa sengaja membuat anda kesal, membuat anda marah... tak ada satupun senyuman diwajah.

Sungguh sangat berbeda dengan apa yang telah dilakukan oleh sebatang pohon kapuk.

Mari kita perhatikan pohon kapuk itu. Ia berbunga dan menghasilkan kapuk yang nantinya justru ia sebar kemana-mana. Mengikuti hembusan angin. Kapuk yang ia hasilkan ia persembahkan untuk membawa kenyamanan bagi umat manusia. Mungkin ia tak bisa mempersembahkan buah untuk mengenyangkan perut kita melainkan ia hanya mempersembahkan bunganya. Dan dari bunganya bisa kita gunakan untuk dibuat pakaian. Dengan pakaian, Si kapuk memberikan kenyamanan. Dari bunga kapuk pun bisa dijadikan bantal yang siap memberikan kenyamanan manusia disaat tidur.

Kenyamananlah yang dipersembahkan oleh Pohon kapuk itu.

Bagaimana dengan kita. Walau kita tak bisa memberikan bantuan berupa materi, dengan satu senyuman yang tersungging sudah merupakan sebuah kebaikan yang luar biasa. Karena senyuman itu akan membawa kenyamanan dan kebahagiaan bagi yang melihatnya.

Cobalah tersenyum, walau pada orang yang tak kita kenal sekalipun.Walaupun pada orang yang jahat sekalipun. Bahkan disaat kita sedang dirundung masalah, cobalah tersenyum walau pada diri kita sendiri. Satu senyuman akan membawa kenyamanan sehingga membawa keyakinan dan semangat pada diri. 

Sebarkanlah senyuman itu, dimanapun dan kapanpun. Jangan mengikuti kata-kata orang iseng yang mengatakan bahwa tersenyum terus akan dikatakan orang gila.

Jalanilah hari dengan senyum.

Coba tersenyum pada rekan kerja anda walau yang paling menyebalkan sekalipun bagi anda sebelumnya. Tersenyumlah pada tukang sapu dikantor anda. Tersenyumlah pada tetangga anda, tersenyumlah pada anak anda walau ia melakukan kesalahan. Tersenyumlah pada semua orang dan rasakanlah secara nyata betapa nyaman dan bahagianya hati ini apalagi disaat orang yang anda berikan senyuman juga membalas senyum anda.

Tapi jangan khawatir, walau senyuman anda tak berbalas, senyuman itu adalah amal yang luar biasa. Karena saat anda tersenyum... anda seperti pohon kapuk itu ... yang sedang menyebarkan kebaikannya pada semua. Suksma

 

 

VI. Berkumpul bukanlah untuk hal yang buruk... mari belajar dari sang awan

oleh Jro Mangku Veni pada 17 Juni 2011 jam 11:13

Sering kita manusia, lebih banyak disaat berkumpul justru menghasilkan sesuatu yang buruk. Seperti membicarakan keburukan orang, ataupun berkumpul untuk menyerang orang lain. Tak jarang pula, berkumpul yang mana pada akhirnya justru bertengkar satu sama lainnya.

Pernahkah kita memandang ke langit dan memperhatikan ajaran dari sang awan....?

Awan kecil... yang berarak dilangit. Banyak yang memandangnya "aduh...mengganggu sekali awan itu. Menghalangi cerahnya langit!" Dan disaat awan berkumpul dan menebal, kita kembali mengeluh. "Aduh... mendungnya tebal sekali. Pasti akan turun hujan dan saya pasti terganggu krn kehujanan!"

Mengapa kita tak menghentikan keluhan itu sejenak. Walau hanya sejenak. Mengapa... Mari kita renungi. Awan sedang mengajarkan pada kita manusia.

Disaat sang awan masih berupa awan kecil... Ia begitu indah karena ia menghiasi langit yang monoton berwarna biru.

Itulah kita sebagai individu. sebagai orang perseorangan, kita terlihat memilki perbedaan satu dengan yang lainnya. Namun sadarkah kita jika perbedaan itulah yang membuat hidup ini berwarna dan tidak monoton. Ada yang sabar, ada yang pemarah. ada yang baik dan ada yang buruk. Ada yang cantik dan ada yang biasa saja. Tinggi, rendah.... Ah! Semua perbedaan itu membuat kita tak bosan menjalani hidup ini.

Dan disaat awan - awan kecil itu berkumpul dan membentuk awan yang tebal, ternyata perkumpulan itulah yang mampu membuat terjadinya hujan. Mereka menghasilkan hujan yang mampu menyirami bumi, membawa kesejukan dan menghidupi semua mahluk di bumi.

Begitu pula seharusnyalah kita. Individu-individu yang berbeda satu sama lainnya, mari kita berkumpul dan bersatu. Namun berkumpul utk bisa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi semua orang apalagi bagi semua mahluk ciptaanNya. Berkumpul bukan untuk sesuatu yang buruk seperti mempergunjingkan orang lain ataupun untuk menghasilkan pertengkaran dan perkelahian.

Awan begitu bijak... mari kita belajar darinya. Bersatu utk sebuah kebaikan bagi alam dan seluruh isinya ini. Suksma

 

 

VII. Belajar dari Filosofi Bunga Teratai

oleh Jro Mangku Veni pada 16 Juni 2011 jam 9:10

Teratai... sungguh indah. Mampu mempersembahkan bunga nan indah dengan mengambil sari dari ketiga tempat. Walau akar berada dilumpur, terendam didalam air namun mampu memunculkan bunganya yang cantik diudara. Mampukah kita meniru filosofinya.... Walau tumbuh dari lumpur, lingkungan yang kotor, namun tetap mampu menyaring sarinya. Hanya mengambil hikmahnya demi untuk kemajuan diri, tanpa harus menjadi lumpur itu. Didalam lumpur terkandung humus. Tergantung pada kemampuan sang teratai dalam menyaringnya. Didalam keburukan terkandung suatu ajaran dan hikmah untuk lebih memperbaiki diri. Terendam didalam air... bermakna hati tetap sejuk dan dingin. Walau apapun yang terjadi tetap mampu menjaga kesejukan hati. Dengan semua itu,antaralain yakni  mampu mengambil hikmah dari segala kejadian buruk yang menimpa sebagai pembelajaran serta tetap menjaga ketenangan dan kesejukan hati maka mekarlah teratai didalam jiwa kita. Dan bunga teratai itu... adalah cakra mahkota kita, yang tentunya akan mekar dengan indahnya berkat semua itu. Suksma

 

 

VIII. Mari kita belajar dari sebatang pohon kelapa

oleh Jro Mangku Veni pada 15 Juni 2011 jam 13:26

Belajarlah dari pohon kelapa. Seluruh bagian dari dirinya berguna bagi mahluk hidup yang lain. Mulai dari akar, batang, buah hingga daunnya. Buatlah diri kita seperti itu. Buatlah pikiran kita… tubuh atau perbuatan kita… perkataan kita… berguna dan membawa kebaikan pada orang lain.

Pohon kelapa juga mampu hidup dimanapun. Didataran rendah hingga dataran tinggi. Begitu pula kita.  hidup dimanapun walau baik atau buruk tempat tersebut, kita harus mampu beradaptasi. namun kita bisa tinggal dimanapun dengan tetap menjaga keseimbangan perasaan. Dan dimanapun kita tinggal, kita harus tetap mampu memberikan kebaikan kita pada semua mahluk. Suksma

 

 

IX. Ibu... Kasihmu sepanjang hidupmu bagai pengabdian sebatang pohon mangga.

oleh Jro Mangku Veni pada 13 Juni 2011 jam 9:36

Kasih seorang Ibu bagai sebatang pohon, disaat kita kecil, kita bermain dibawahnya karena keteduhannya. Dan kadang kita pun memasang ayunan didahannya. Nnamun pohon itu tiada mengeluh. Disaat kita beranjak remaja, saat kita lapar lalu kita memetik buahnya untuk dimakan. Kemudian disaat kita dewasa dan berumahtangga, kita menebang pohon tersebut untuk dijadikan bangunan rumah. Dan selalu.... pohon itu tiada mengeluh dan selalu rela menyerahkan hidup dan matinya untuk kita. Itulah kasih seorang Ibu, hingga mati pun Beliau selalu ikhlas menyerahkan segalanya utk kebahagiaan putra dan putrinya. Sadarkah kita akan hal tersebut? Itu sebabnya kita sebagai anak wajib berbakti kepadanya. Jangan sampai bagai pepatah, "kasih ibu sepanjang jalan... namun kasih anak sepanjang penggalah". Suksma