Bangunan Suci

 

I. PELINGGIH dan  PURA

 

 

 

Pura merupakan symbol kosmos dari alam sorga (kahyangan)

Pura berasal dari kata “pura” (sansekerta) yang artinya “kota atau benteng”

Perkembangan pura di Bali :

            Pada jaman Bali Kuna pura disebut Sanghyang (bukti : prasasti Trunyan A I th.891M)

            Pada masa Mpu Kuturan, disebut dengan parahyangan atau kahyangan dewa (lontar Usana Dewa. Be;iau pula yg mengenalkan istilah meru, gedong, dan pura serta membuat Pura Sad Kahyangan , pura kahyangan Catur Loka Pala, dan kahyangan Rwa bineda serta Kahyangan Tiga.

Pada masa Dang Hyang Nirartha, mulai dibedakan antara meru atau gedong untuk Dewa maupun leluhur, serta membuat Padmasana

           

 

 

II.                  JENIS-JENIS PURA

 

Berdasarkan atas fungsinya :

a.      Pura Jagat, yaitu pura yang berfungsi sebagai tempat pemujaan Hyang Widhi beserta seluruh manifestasinya

b.      Pura kawitan yaitu pura yang berfungsi sebagai tempat suci untuk memuja roh suci leluhur

 

Berdasarkan atas karakteristiknya :

a.      Pura Kahyangan Jagat yaitu pura tempat memuja Hyang Widhi dalam aneka bentuk manifestasinya, misalnya ; Pura Sad Kahyangan dan pura Kahyangan Jagat

b.      Pura Kahyangan desa, yaitu pura yang disungsung oleh desa pakraman

c.       Pura Swagina, yaitu pura yang penyungsungnya terikat oleh profesi yang sama dalam mata pencaharian seperti; Pura Subak, Pura Melanting, dll.

d.      Pura Kawitan, yaitu pura tempat memuja leluhur. Berasal dari kata “wit” yang artinya leluhur. Contoh ; sanggah, merajan, panti, paibon, batur, penataran, padharman, dll.

 

 

III.                STRUKTUR PURA

 

Berdasarkan konsepsi macrocosmos (bhuwana agung):

Denah pura terbagi atas 3 bagian, yaitu ;

a.      Jaba pura atau jaba pisan (halaman luar) lambang bhurloka

b.      Jaba tengah (halaman tengah) lambang bhuvahloka

c.       Jeroan (halaman dalam) lambang svahloka

Terdapat juga pura dengan 2 bagian yaitu :

a.      Jaba pisan melambangkan alam bawah

b.      Jeroan melambangkan alam atas

 

Pura dengan 7 bagian halaman melambangkan saptaloka, contoh Pura Besakih, terdiri dari :

a.      Bhurloka

b.      Bhvahloka

c.       Svahloka

d.      Mahaloka

e.      Janaloka

f.        Tapaloka

g.      Satyaloka

 

Pura dengan 1 halaman adalah simbolis dari ekabhuwana yaitu panunggalan alam atas dan alam bawah.

 

Tembok/penyengker  yang mengelilingi pura sebagai batas pekarangan yang disakralkan

Sudut-sudut tembok dibuat “paduraksa” yang berfungsi untuk menyangga sudut-sudut pekarangan tempat suci

 

Pada halaman luar (Jaba pisan) umumnya terdapat :

            Bale kulkul, bale wantilan, bale pewaregan, jineng/lumbung

 

Pada halaman tengah (Jaba tengah) umunya terdapat :

            Bale agung dan bale gong

 

Pada halaman dalam (Jeroan), umumnya terdapat  berbagai pelinggih.

 

Diantara jaba pisan dengan jaba tengah dipisahkan oleh candi bentar sebagai symbol Gunung Kailasa yaitu tempat bersemedinya Dewa Siwa, dengan dikiri kanan terdapat arca Dvarapala sebagai raksasa pengawal pura

 

Diantara jaba tengah dengan jeroan terdapat candi kurung atau kori agung dengan diapit oleh arca /hiasan kepala raksasa Bhoma (putra dari Dewa Wisnu dengan Dewi Pertiwi)

 

 

IV.               BANGUNAN SUCI

 

A.     PALINGGIH

 

Palinggih berari tempat malinggih/berstananya Hyang Widhi ataupun roh suci leluhur.

 

Jenis-jenis palinggih :

a.      Prasada

Gambar :

 

 

 

 

 

 

Bentuk bangunannya merupakan kelanjutan atau peralihan dari bentuk candi di Jawa dengan meru di Bali

 

b.      Padmasana

Konsep Padmasana dibuat oleh Danghyang Nirartha, sesuai dengan lontar Dwijendra Tatwa.

Berasal dari kata :

            Padma yang artinya teratai merah

            Asana yang artinya tempat duduk

Jadi padmasana berarti tempat duduk dari teratai berwarna merah yang merupakan sthana Hyang Widhi

 

Berdasarkan lokasi (pengider-ider Dewata Nawasanga) terdiri atas :

1.      Posisi di timur menghadap ke barat disebut Padma Kencana

2.      Posisi di selatan menghadap ke utara disebut Padmasana

3.      Posisi di barat menghadap ke timur disebut Padmasana Sari

4.      Posisi di utara menghadap ke selatan disebut Padmasana Lingga

5.      Posisi di tenggara menghadap ke barat laut disebut Padma Asta Sadana

6.      Posisi di barat daya menghadap ke timur laut disebut Padma Noja

7.      Posisi di barat laut menghadap ke tenggara disebut Padma Karo

8.      Posisi di timur laut menghadap ke barat daya disebut Padma Saji

9.      Bertempat ditengah menghadap ke lawangan (pintu gerbang keluar masuk pura) disebut Padma Kurung (rong tiga)

 

Berdasarkan atas rong (ruang) dan palih (undag atau tingkat) terdiri atas :

1.      Padmasana Anglayang atau Padma Anglayang

Rongnya : 3

Palihnya : 7

Menggunakan Bedawang nala

2.       Padma Agung

Rongnya : 2

Palihnya : 5

Menggunakan bedawang nala

3.      Padmasana

Rongnya : 1

Palihnya : 5

Menggunakan bedawang nala

4.      Padmasari

Rongnya : 1

Palihnya : 3 dimana yang paling bawah disebut palih taman, yang tengah palih sancak dan yang diatas palih sari

Tidak menggunakan bedawang nala

5.      Padma capah

Rongnya : 1

Palihnya : 2 yaitu dibawah palih taman, di tengah palih capah

Tidak menggunakan Bedawang nala

 

            Pemberian pedagingan menyesuaikan pada masing-masing padma tersebut yaitu ;

1.      Pada padmasana menggunakan bedawang nala, maka pedagingan diberikan pada ;

-          Dasar

-          Madya

-          Puncak

 

2.      Padmasana tanpa bedawang nala ;

-          Dasar

-          Puncak

 

Makna symbol-simbol yang terdapat pada Padmasana :

a.      Bedawang nala merupakan symbol dari inti magma bumi atau sumber energy kehidupan

b.      Angsa yang mengepakkan sayapnya merupakan symbol dari tujuan dari Sang Atman adalah mencapai Tuhan (Brahman)

c.       Garuda merupakan symbol dari tujuan manusia untuk melepaskan diri dari keterikatan duniawi

d.      Sang Hyang Acintya merupakan symbol dari sifat Tuhan (Brahman) yang tak terpikirkan dimana juga merupakan wujud dari posisi Tuhan yang Nataraja yaitu sikap saat menciptakan.

e.      Sang Hyang Naga Anantabhoga merupakan symbol dari lapisan yang membungkus dasar bumi (magma) yang berwujud batu-batuan (tanah)

f.        Sang Hyang Naga Basuki merupakan symbol lapisan air baik itu berwujud air laut, sungai, danau dll

g.      Sang Hyang Naga Taksaka merupakan symbol lapisan udara

 

Dari semua symbol diatas terlihat bahwa Padmasana melambangkan alam semesta

 

c.       Meru

 

Kata meru berasal dari kata Mahameru (gunung di India)

Bentuk bangunan terdiri atas : dasar, badan dan atap

 

Didalam Lontar Andha Bhuwana dinyatakan;

            “Matang nyan meru mateges, me, ngaran meme, ngaran ibu, ngaran pradana tattwa; muah ru, ngaran gurur, ngaran bapa, ngaran purusa tattwa, panunggalannya meru ngaran batur kalawasan petak. Meru ngaran pratiwimbha andha bhuana tumpangnya pawakan patalaning bhuana agung alit.”

 

Artinya :

            “oleh karena itu, Meru berasal dari kata, me, berarti meme = ibu = pradana tattwa, sedangkan ru, berarti guru = bapak = purusa tattwa, sehingga penggabungannya dari Meru memiliki arti batur kelawasan petak (cikal-bakal leluhur). Meru berarti lambing atau symbol andha bhuana (alam semesta), tingkatan atapnya merupakan symbol tingkatan lapisan alam, yaitu bhuana agung dan bhuana alit”

 

Jenis – jenis Meru terdiri atas :

-          Meru tumpang 1

-          Meru tumpang 3

-          Meru tumpang 5

-          Meru tumpang 7

-          Meru tumpang 9

-          Meru tumpang 11

 

Banyaknya tumpang (lontar Andhabhuwana) merupakan symbol lapisan alam besar (macrocosmos), dimana dari bawah ke atas yaitu;

1.      Sakala

2.      Niskala

3.      Sunya

4.      Taya

5.      Nirbana

6.      Moksa

7.      Suksmataya

8.      Turnyanta

9.      Ghoryanta

10.  Acintyataya

11.  Cayem

 

Atap meru juga simbolis dari “penglukunan Dasaksara” , yaitu :

Sa (Isvara), Ba (Brahma), Ta (Mahadeva), A (Visnu), I (Siva/Zenit), Na (Maheswara), Ma (Rudra) , Si (Sankara), Va (Sambhu), Ya (Siva/Nadir).

Sehingga diuraikan menjadi sebagaiberikut;

1.      Meru beratap 11 adalah lambing dari sebelas huruf suci yaitu sepuluh huruf suci (Sa,Ba,Ta,A,I,Na,Ma,Si,Wa,Ya) ditambah huruf suci omkara sebagai lambing Eka Dasa Dewata

2.      Meru beratap 9 adalah lambing 8 huruf di seluruh penjuru (Sa,Ba,Ta,A,Na,Ma,Si,Wa) ditambah 1 huruf suci omkara ditengah, melambangkan Dewata Nawa Sanga

3.      Meru tumpang 7 adalah lambing 4 huruf dipenjuru Timur, Selatan, Barat, Utara (Sa,Ba,Ta,A) ditambah 3 huruf ditengah (I,Omkara,Ya) . tujuh huruf ini melambangkan sapta dewata/sapta rsi

4.      Meru tumpang 5 adalah lambing  4 huruf di penjuru Timur, Selatan, Barat dan Utara ditambah satu omkara di tengah sebagai lambing dari Panca Dewata

5.      Meru tumpang 3 yaitu symbol dari 3 huruf ditengah (I,Omkara,Ya) merupakan lambing Tri Purusa yaitu Parama Siwa, Sada Siwa, dan Siwa

6.      Meru tumpang dua (2) yaitu symbol dari dua huruf ditengah (I, Ya) yaitu Purusa dan pradhana (Ibu-Bapak)

7.      Meru beratap satu adalah symbol panunggalan Sang Hyang Tunggal

 

 Banyaknya tumpang juga tergantung pada tinggi – rendahnya kedudukan, peran, fungsi, dan kekuasaan yang di sthanakan.

Meru yang tidak menggunakan tumpang disebut “kehen” yang boleh dibangun pada sanggah suhun.

 

Untuk meletakkan pedagingan :

-          Meru tumpang 1 hingga 3 berpedagingan pada dasar dan puncak

-          Meru tumpang 5 sampai 11 berpedagingan pada dasar, madya dan puncak

 

d.      Rong Tiga

 

Fungsinya sebagai tempat memuja roh leluhur dan Hyang Widhi dalam manifestasinya sebagai Brahma, Visnu, Isvara

 

Peletakkan pedagingannya lengkap dengan rerajahan tri aksara yaitu :

-          Ang pada dasar

-          Ung pada madya

-          Mang pada puncak

 

e.      Palinggih

 

Menurut Prakerti, ancer-ancer jumlah membuat palinggih disebut lingga, yakni menyebutkan sebagaiberikut:

1.      Yang dengan ukuran Tri Lingga Dewata yaitu : Pura Puseh, Pura Desa, Pura Dalem

2.      Dikarang paumahan, nista madya utama namanya pawangunin Sanggar Parahyangan

3.      Untuk di bilangan kecil dibuat memakai ukuran Tri Lingga yaitu : Kemulan, Taksu, Tugu

4.      Kalau yang sedang dibuat, namanya Panca Lingga yaitu: Kemulan, Taksu, Tugu, Pelik sari dan Gedong

5.      Untuk utamaning nista namanya Sapta Lingga yaitu :  Kemulan, Taksu, Tugu, Pelik sari, Gedong, Catu dan Menjangan Sluangan

6.      Untuk yang utama namanya Eka Dasa Lingga yaitu : Kemulan, Taksu, Tugu, Pelik sari, Gedong, Catu, Menjangan Sluangan, Pesaren, Limas sari, Lurah dan Padma serta pengubengan semua dewata.

 

Palinggih – palinggih lain antaralain :

A.      Apit Lawang

Berfungsi sebagai penjaga lawang

Kadang berupa patung bedogol (raksasa) yaitu : Nadiswara dan Mahakala

B.      Bale Kulkul

Merupakan linggih Hyang Widhi dalam manifestasi sebagai Iswara (dalam ilmu yoga yaitu Paratma yang ada di kerongkongan, berfungsi untuk mengeluarkan suara)

C.      Pahyasan atau Piasan

Berfungsi untuk tempat menata gegaluhan (menghiasi pratima-pratima)

Pengayat dewa Samudhaya (dewa-dewa semua) ataupun untuk dewa pratistha (menghadirkan para dewa)

D.     Bale Agung

Berfungsi sebagai witana (tempat pertemuan) baik itu hubungannya dg upacara keagamaan, tempat berkumpulnya pratima-pratima

E.      Bale Pepelik

Fungsinya hamper sama dengan bale agung, dalam artian tempat berkumpulnya atau pertemuan dari para dewa yang ada kaitannya dg kahyangan tempat piodalan tersebut.

F.       Sanggah Kemulan

Berong tiga  sebagai sthana Hyang Tri Murti, (Brahma, Wisnu, Iswara) terdapat dalam lontar Kusumadewa, Gong Wesi, Purwa Gama wesana

Difungsikan untuk memuja roh leluhur yang sudah disucikan (antyesti sanghasrkara) dalam wujud Pramestiguru

G.     Menjangan Sluangan

Disebut Sanggar Sapta Rsi (lontar Kusumadewa)

Yakni tempat pemujaan Hyang Widhi sebagai awatara yang memberi perlindungan dalam kesempurnaan jiwa

H.     Rambut Sedana (Manik Galih)

Berfungsi sebagai sthana dewata yang berperan dalam member kehidupan yang kekal atau yang menghidupi dlm wujud sandang,pangan,papan

I.        Anglurah

Adalah lingga sthana Sedahan Panglurah (tepas macaling) yang secara simbolis berfungsi sebagai penjaga/pengawas  wilayah pada suatu lokasi pura/mrajan

J.        Palinggih Malimas

Merupakan pengayatan pesimpangan terhadap Kahyangan Jagat (lontar Kusuma Dewa)

Ada disebut : limas sari, limas catu, maprucut, manedung pane, catu meres, catu mujung, dll.

K.      Gedong Bata

Sebagai lingga sthana Dewa di kahyangan bersangkutan, seperti Di Pura Desa dan Pura Dalem